Selasa, 26 April 2016

PISAH SAMBUT KEPALA PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BELAWAN

Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan melakukan acara Pisah Sambut Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan

Kepala lama Bapak Ir. Jainur Manurung, MM menyerah terimakan jabatan Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Kepada Bapak Ir. Arief Rahman Lamatta, MM, seiring telah dilantiknya Pejabat Eselon II dan 3 di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Pergantian Pejabat Eselon II pun diiringi dengan pergantian pejabat eselon III yang ada di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan dengan detail sbb:
  1. Kepala Lama Ir. Jainur Manurung, MM kepada Kepala Baru Ir. Arief Rahman Lamatta, MM
  2. Kepala Bidang Tata Usaha lama Bapak Rudy Suharman, A.Pi kepada Ibu Ir. Nurmaida Silaen, M.Si
  3. Kepala Bidang Operasional Pelabuhan dan Kesyahbandaran lama Ir. Marten Baga Sadipun kepada Bapak Moh. Salim, A.Pi
  4. Kepala Bidang Tata Kelola dan pelayanan Usaha lama Ir. Nurmaida Silaen M.Si Kepada Bapak Ir. Marten Baga Sadipun. 
Dalam Kegiatan Pisah Sambut ini turut juga di hadiri Oleh bapak Ir. Julius Silaen dan Bapak Sihombing selaku pensiunan yang telah lebih dahulu menjadi Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan.

Jumat, 06 November 2015

PPS BELAWAN MENSOSIALISASI PENERAPAN STANDAR REGIONAL DAN INTERNASIONAL ZEEI DAN LAUT LEPAS DAN IOTC di HOTEL ANTARES - MEDAN

 


Sosialisasi Penerapan Standar Regional dan Internasional di ZEEI dan Laut Lepas serta Tata cara pengisian document IOTC, Big Eye Statistical Document dan Catch Document Schame di Hotel Antares Medan ,Rabu 4 November 2015

Sosialisasi IOTC di adakan Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan di Hotel Antares Medan pada tanggal 4 Nopember 2015.  Narasumber yang mengisi acara adalah Bpk. Saut Tampubolon dari KKP Pusat (Kasubdit Pengelolaan ZEEI dan Laut Lepas Direktorat Sumber Daya Ikan) peserta yang hadir adalah dari Dinas KP Provpinsi Sumut serta Pelaku Usaha Perikanan yang ada di Sumatera Utara Khususnya Kota Medan.


Materi yang dibawakan dalam sosialisasi ini adalah     
1. Kebijakan Nasional Pengelolaan Tuna, Cakalang dan Tongkol” 
2. Form IOTC Bigeye, Form ICCAT Swordfish, Form 370-NOAA dan CDS



Maksud 
 Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna,Tongkol dan Cakalang adalah: Sebagai upaya untuk mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan tuna,tongkol dan cakalang. 
Tujuan 
 Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna,Tongkol dan Cakalang adalah: Sebagai arah dan pedoman bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pengelolaan perikanan tuna ,tongkol,cakalang.
                Visi  Pengelolaan Perikanan
                Visi pengelolaan perikanan tuna,tuna dan cakalang untuk mewujudkan pengelolaan perikanan tuna,tongkol dan cakalang yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat perikanan
                                                   
                                                 Latar Belakang


Indonesia memegang peranan penting dalam perikanan tuna, cakalang dan tongkol dunia. Pada tahun 2011, produksi tuna, cakalang dan tongkol dunia sebesar 6.8 juta ton dan pada tahun 2012 meningkat menjadi lebih dari 7 juta ton. Rata-rata produksi tuna , cakalang dan tongkol Indonesia pada tahun 2005-2012 sebesar 1.033.211 ton. Dengan demikian Indonesia memasok lebih dari 16% perikanan tuna, tongkol dan cakalang dunia. Selanjutnya pada tahun 2013 volume eksport Tuna, cakalang ,tongkol mencapai sekitar 209.410 ton dengan nilai $ 764,8 juta. Disamping itu, Indonesia juga merupakan negara kontributor produksi terbesar diantara 32 Negara anggota Indian Ocean Tuna Commision (IOTC) dengan rata-rata produksi tahun 2009-2012 sebesar 356.862/tahun (25,22%). Produksi perikanan tuna,tongkol dan cakalang telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap produksi perikanan Nasional Indonesia. Dengan total produksi tuna , cakalang dan tongkol tahun 2005-2012 rata-rata sebesar 1.033.211 ton/tahun, perikanan tuna, tongkol dan cakalang memberikan kontribusi produksi sekitar 20% dari total produksi perikanan tangkap Nasional.
                Mengingat tuna dan spesies seperti tuna termaksud dalam kelompok sediaan ikan yang bermigrasi jauh (highly migratory fish stock) dan sediaan  ikan yang beruaya terbatas diantara atau berada di Zona Ekonomi Eksklusif dari satu atau lebih negara dan laut lepas (Straddling   fish stock) maka pengelolaan tuna harus dilakukan melalui kerjasama Regional maupun Internasional. Undang-Undang Perikanan No.31 tahun 2004 sebagaimana telah diganti menjadi UU Perikanan no.45 tahun 2009 telah disebutkan bahwa Pemerintah secara aktif ikut dalam keanggotaan badan/lembaga/organisasi Regional dan Internasional dalam rangka kerjasama pengelolaan perikanan regional dan internasional.  Selanjutnya pemerintah juga telah menerbitkan Undang-Undang no.21 tahun 2009 tentang pengesahan Agreement for the implemnetation of provisions of the United Nation Convention on the law of the Sea of december 1982 relating to the Concervation  and Management of Stradding Fish stock and Highly Migratory Fish Stock ( United Nation  Implementing Agreement-UNIA 1995). Pengesahan UNIA 1995 merupakan komitmen Indonesia untuk bekerjasama dengan berbagai negara dunia dalam rangka pengelolaan tuna secara berkelanjutan.
                Sebagaimana diketahui bahwa kerjasama regional dan Internasional dalam praktek pengelolaan tuna, telah dikembangkan melalui pembentukan Regional Fisheries Management Organisation (RFMO) antara lain yaitu:
1.       Indian Ocean Tuna Commision (IOTC) yang mengelola tuna dan spesies seperti  tuna di Samudera Hindia
2.       Commision for the conservation of Southern Blue Fin Tuna (CCSBT) yang mengelola tuna dan spesies tuna sirip biru selatan
3.       Western and Central Pasific Fisheries Commision (WCPFC) yang mengelola tuna dan spesies seperti tuna di Samudera Pasific Bagian Barat Tengah.
4.       Inter-American Tropical Tuna Commision (IATTC) yang mengelola tuna dan spesies seperti tuna di Samudera Pasific Bagian Timur.
5.       International Commision for the Conservation of Atlantic Tuna (ICCAT) yang mengelola tuna dan spesies seperti tuna di Samudera Atlantik.
Tindak lanjut amanat Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Perikanan No.45 tahun 2009, Indonesia telah berperan aktif menjadi anggota penuh pada:
a.       Indian Ocean Tuna Commision (IOTC) berdasarkan peraturan Presiden No. 9 Tahun 2007.
b.      Commision for the conservation of Southern Blue Fin Tuna (CCSBT) berdasarkan peraturan Presiden No. 109 Tahun 2007.
c.       Western and Central Pasific Fisheries Commision (WCPFC) berdasarkan peraturan Presiden No. 61 Tahun 2013.
                Sedangkan status keanggotaan Indonesia pada Inter-American Tropical Tuna Commision (IATTC) yang mengelola tuna dan species seperti tuna di Samudera Pasific Bagian Timur adalah Cooperating Non Member (CNM), sejak tahun 2013 dan harus diperbaharui setiap tahun.  Besarnya tantangan dalam pengelolaan tuna,tongkol dan cakalang guna mewujudkan cita-cita nasional sudah tiba waktunya bagi pemerintah pusat dan provinsi yang terkait dengan pengelolaan perikanan tuna,tongkol dan cakalang membangun kolaborasi dan sinergi yang produktif dalam dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan secara berkelanjutan. Pemerintah juga harus bersatu padu dan bekerjasama dengan pelaku industri penangkapan dan pengolahan tuna ,cakalang dan tongkol (TTC) secara berkelanjutan. Pemerintah juga harus bersatu padu dan bekerjasama dengan pelaku industri penangkapan dan pengolahan tuna,tongkol dan cakalang diseluruh Indonesia. Hal ini penting karena berdasarkan CCRF 1995 Hak untuk menangkap ikan (bagi pelaku usaha) harus disertai dengan kewajiban melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang bertanggungjawab untuk memastikan efektifitas pelaksanaan konservasi dan pengelolaan sumberdaya ikan.