POPULASI ikan
berusia ratusan tahun, dinilai keramat. Siapa pun yang menagkapnya,
biasanya tewas.
Desa Raniate, Kecamatan Angkola Sangkunur, sekitar 60 km dari
Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Berposisi di pinggiran
muara Sungai Batangtoru. Desa yang bernama asli Ria
ni Ate-ate (kesenangan hati) ini, sebenarnya tidak punya keistimewaan
dibanding desa-desa lain di Kecamatan Angkola Sangkunur.
Tetapi, populasi “Ikan Merah”–sejenis ikan jurung (tor tambroides, sp)
yang hidup di sungai kecil di desa itu, telah mengangkat nama Raniate ke
berbagai penjuru. Terlebih saat ini, setelah dibangunnya jalan darat
via Lintas Barat Sumatera, yang melintasi desa itu. Raniate pun, kian
terbuka dari isolasinya.
Selain ikan keramat pesona Danau Siais sekitar 12 km dari Raniate, tak
kalah mengagumkan. Nikmati pesona senja danau ini. Saat mentari turun
perlahan menuju peraduan, menjadi perpaduan keindahan alam yang tak
terlukiskan. Indah sekali. Safak merah di ufuk barat menempias di air
danau yang pucat, sesosok sampan melintas gemulai dikejauhan. Tumbuh
insfirasi, bangkit potensi sesiapa saja sebagai penyaksi.
Malah, banyak pengunjung menyebut, kemolekan Danau Siais tak kalah
dengan Danau Toba. “Saya
lihat memang begitu. Danau ini sangat indah, kok. Hampir sama juga
dengan Danau Toba,” kata Witari (16) pengunjung dari Pekanbaru.
Untuk sampai ke Desa Raniate, memang menempuh topografi jalan yang
terjal dan curam. Rute perjalanan dari Batangtoru menuju Raniate: Masuk
dari Simpang jembatan Trikora, selanjutnya ke Hapesong Baru terus ke
Hapesong Lama, terus lagi ke Sangkunur-terus ke arah Sitanggiling.
Selanjutnya ke Simataniari dan ke Aeksombaon kemudian ke Raniate.
Namun, kondisi topografi jalan perlu juga diwaspadai. Ruas jalan dari
Simataniari ke Aeksombaon, berupa pendakian yang cukup panjang. Nyaris
seribu meter. Ruas jalan yang terjal ini dikenal dengan nama “Pendakian
Baung”. Pendakian inilah yang selalu jadi pertimbangan sopir mobil yang
ingin ke Raniate dan Danau Siais.
Di Raniate, tidak sulit menemukan sungai kecil, habitat populasi ikan
keramat ini. Sebab sungai ini, membelah desa Raniate dan dihubungkan
sebuah jembatan beton di ujung desa. Sungai yang mengalir di bawah
jembatan itulah habitat ikan keramat itu. Namun, untuk melihat lebih
jelas, sebaiknya ke ruas sungai dekat masjid di desa itu saja. Anda bisa
memarkir kendaraan di jalan lorong-lorong rumah warga. Kemudian
berjalan kaki sekitar 15 meter ke depan masjid yang menghadap ke sungai.
Nah, di depan masjid itulah ribuan ikan keramat itu berada.
Tetapi, ada catatan kecil buat Anda yang akan mengunjungi ikan keramat
ini. Begitu Anda turun dari mobil atau dari sepeda motor,
biasanya Anda akan “ditodong” sekelompok bocah yang menawarkan kacang
tanah di plastik kecil yang telah mereka kemas. Para bocah ini biasanya
akan “memaksa” pengunjung membeli Rp 5 ribu per bungkus.
Silahkan saja Anda masuk ke sungai yang kedalamannya sekitar 50 cm.
Taburkan segenggam kacang tanah, dan bercandalah dengan ribuan ikan
keramat itu. Silahkan sentuh dan manjakan. “Tetapi, jangan sampai ikan
terluka. Apalagi sempat mati. Jika ikan mati orang yang menyentuhnya
akan mati juga,” tutur warga di sana.
Ada banyak cerita tentang orang yang tewas akibat menangkap dan membunuh
lalu menkonsumsi ikan keramat ini. Tetapi, kebenarannya secara fakta
belum berhasil ditelusuri. Bisa jadi kabar itu sengaja dikembangkan
sebagai strategi untuk menjaga kelestarian ikan keramat ini. “Kalau
tidak begitu tak mungkin populasi ikan ini bisa bertahan ratusan tahun,”
kata Ros (52) warga di sana.
Kenyataan ini memang menjadi unik. Padahal, selama ini, jika penghujan,
banjir kerap kali melanda sungai itu. “Toh ikan keramat ini, tetap
bertahan,” kata Fajri (50) warga di sana. Belum lama ini, menurut warga
desa, Pekan Jambore Pramuka Tapanuli Selatan dipusatkan di pinggiran
Danau Siais. Saat itu ada dua siswa anggota pramuka yang “latah”
menangkap dua ekor ikan keramat. Kemudian mereka bakar dan mereka makan.
“Dua jam kemudian kedua siswa itu tewas mengenaskan,” kata Endri
Mukhsin Panggabean (39) guru Madrasyah Tsanawiyah Negeri, Batangtoru.
Menurut Endri Mukhsin, seorang ulama di Desa Raniate dulunya yang
pertama membibitkan ikan kermat itu. Sang Ulama itu, yang juga dikenal
seorang “sakti”memberi ultimatum: “Barang siapa yang mengambil ikan akan
kena kualat,” begitu kira-kira. “Sayangnya sebelum dia menarik
ultimatumnya, dia keburu meninggal,” kata Endri.
Ada dua cara untuk menikmati ikan itu, tetapi terbebas dampak. Cara
pertama, ikan harus lolos dari batas habitatanya. Yakni, sekitar 300
meter ke hilir. Jika ikan sudah sampai dis ana, sudah boleh diambil.
Yang kedua, “Yah, harus seizin semua warga desa,” katanya. Tentu itu
sulit.
Terlepas dari itu, pesona ribuan ikan keramat ini layak dikunjungi. Jika
sudah merasa bosan teruskan saja perjalanan arah barat sekitar 12 km
lagi untuk menikmati pesona alam di Danau Siais. Sehampar danau menawan
dengan tawaran pesona mengagumkan. wep
Tidak ada komentar:
Posting Komentar