Selasa, 18 Maret 2014

IKAN KERAMAT & PESONA DANAU SIAIS




POPULASI ikan berusia ratusan tahun, dinilai keramat. Siapa pun yang menagkapnya, biasanya tewas. Desa Raniate, Kecamatan Angkola Sangkunur, sekitar 60 km dari Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Berposisi di pinggiran muara Sungai Batangtoru. Desa yang bernama asli Ria ni Ate-ate (kesenangan hati) ini, sebenarnya tidak punya keistimewaan dibanding desa-desa lain di Kecamatan Angkola Sangkunur. Tetapi, populasi “Ikan Merah”–sejenis ikan jurung (tor tambroides, sp) yang hidup di sungai kecil di desa itu, telah mengangkat nama Raniate ke berbagai penjuru. Terlebih saat ini, setelah dibangunnya jalan darat via Lintas Barat Sumatera, yang melintasi desa itu. Raniate pun, kian terbuka dari isolasinya. Selain ikan keramat pesona Danau Siais sekitar 12 km dari Raniate, tak kalah mengagumkan. Nikmati pesona senja danau ini. Saat mentari turun perlahan menuju peraduan, menjadi perpaduan keindahan alam yang tak terlukiskan. Indah sekali. Safak merah di ufuk barat menempias di air danau yang pucat, sesosok sampan melintas gemulai dikejauhan. Tumbuh insfirasi, bangkit potensi sesiapa saja sebagai penyaksi. Malah, banyak pengunjung menyebut, kemolekan Danau Siais tak kalah dengan Danau Toba. “Saya lihat memang begitu. Danau ini sangat indah, kok. Hampir sama juga dengan Danau Toba,” kata Witari (16) pengunjung dari Pekanbaru. Untuk sampai ke Desa Raniate, memang menempuh topografi jalan yang terjal dan curam. Rute perjalanan dari Batangtoru menuju Raniate: Masuk dari Simpang jembatan Trikora, selanjutnya ke Hapesong Baru terus ke Hapesong Lama, terus lagi ke Sangkunur-terus ke arah Sitanggiling. Selanjutnya ke Simataniari dan ke Aeksombaon kemudian ke Raniate. Namun, kondisi topografi jalan perlu juga diwaspadai. Ruas jalan dari Simataniari ke Aeksombaon, berupa pendakian yang cukup panjang. Nyaris seribu meter. Ruas jalan yang terjal ini dikenal dengan nama “Pendakian Baung”. Pendakian inilah yang selalu jadi pertimbangan sopir mobil yang ingin ke Raniate dan Danau Siais. Di Raniate, tidak sulit menemukan sungai kecil, habitat populasi ikan keramat ini. Sebab sungai ini, membelah desa Raniate dan dihubungkan sebuah jembatan beton di ujung desa. Sungai yang mengalir di bawah jembatan itulah habitat ikan keramat itu. Namun, untuk melihat lebih jelas, sebaiknya ke ruas sungai dekat masjid di desa itu saja. Anda bisa memarkir kendaraan di jalan lorong-lorong rumah warga. Kemudian berjalan kaki sekitar 15 meter ke depan masjid yang menghadap ke sungai. Nah, di depan masjid itulah ribuan ikan keramat itu berada. Tetapi, ada catatan kecil buat Anda yang akan mengunjungi ikan keramat ini. Begitu Anda turun dari mobil atau dari sepeda motor, biasanya Anda akan “ditodong” sekelompok bocah yang menawarkan kacang tanah di plastik kecil yang telah mereka kemas. Para bocah ini biasanya akan “memaksa” pengunjung membeli Rp 5 ribu per bungkus. Silahkan saja Anda masuk ke sungai yang kedalamannya sekitar 50 cm. Taburkan segenggam kacang tanah, dan bercandalah dengan ribuan ikan keramat itu. Silahkan sentuh dan manjakan. “Tetapi, jangan sampai ikan terluka. Apalagi sempat mati. Jika ikan mati orang yang menyentuhnya akan mati juga,” tutur warga di sana. Ada banyak cerita tentang orang yang tewas akibat menangkap dan membunuh lalu menkonsumsi ikan keramat ini. Tetapi, kebenarannya secara fakta belum berhasil ditelusuri. Bisa jadi kabar itu sengaja dikembangkan sebagai strategi untuk menjaga kelestarian ikan keramat ini. “Kalau tidak begitu tak mungkin populasi ikan ini bisa bertahan ratusan tahun,” kata Ros (52) warga di sana. Kenyataan ini memang menjadi unik. Padahal, selama ini, jika penghujan, banjir kerap kali melanda sungai itu. “Toh ikan keramat ini, tetap bertahan,” kata Fajri (50) warga di sana. Belum lama ini, menurut warga desa, Pekan Jambore Pramuka Tapanuli Selatan dipusatkan di pinggiran Danau Siais. Saat itu ada dua siswa anggota pramuka yang “latah” menangkap dua ekor ikan keramat. Kemudian mereka bakar dan mereka makan. “Dua jam kemudian kedua siswa itu tewas mengenaskan,” kata Endri Mukhsin Panggabean (39) guru Madrasyah Tsanawiyah Negeri, Batangtoru. Menurut Endri Mukhsin, seorang ulama di Desa Raniate dulunya yang pertama membibitkan ikan kermat itu. Sang Ulama itu, yang juga dikenal seorang “sakti”memberi ultimatum: “Barang siapa yang mengambil ikan akan kena kualat,” begitu kira-kira. “Sayangnya sebelum dia menarik ultimatumnya, dia keburu meninggal,” kata Endri. Ada dua cara untuk menikmati ikan itu, tetapi terbebas dampak. Cara pertama, ikan harus lolos dari batas habitatanya. Yakni, sekitar 300 meter ke hilir. Jika ikan sudah sampai dis ana, sudah boleh diambil. Yang kedua, “Yah, harus seizin semua warga desa,” katanya. Tentu itu sulit. Terlepas dari itu, pesona ribuan ikan keramat ini layak dikunjungi. Jika sudah merasa bosan teruskan saja perjalanan arah barat sekitar 12 km lagi untuk menikmati pesona alam di Danau Siais. Sehampar danau menawan dengan tawaran pesona mengagumkan. wep

Tidak ada komentar:

Posting Komentar