1.
PENDAHULUAN
Ikan kakap putih (Lates
calcarifer, Bloch) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi,
baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun luar negeri. Pada mulanya produksi kakap putih diperoleh
dari hasil sampingan dari budidaya di tambak, namun sekarang ikan ini sudah
khusus dibudidayakan pada kurungan apung di laut. Dewasa ini di Bengkalis dan
sekitarnya (kepulauan Riau) sudah berkembang dengan luas areal potensial
sebesar 340 Ha.
Permasalahan utama dalam
budidaya adalah terbatasnya benih yang tersedia baik dalam jumlah dan mutu
secara terus menerus dan berkesinambungan. Sebagai gambaran di muara sungai
Batam (Kabupaten Bengkalis - Kep. Riau) terdapat kurungan apung sebanyak 550
unit, setiap unit ditebarkan 1.000 ekor benih ukuran gelondongan sehingga
dibutuhkan 550.000 ekor benih ukuran gelondongan atau 2.750.000 ekor benih umur
D30.
Dengan menggantungkan benih
dari alam tentu saja tidak memadai karena jumlah yang didapat sangat terbatas,
tingkat keseragamannya rendah dan kontinuitasnya tidak terjamin. Pembenihan
kakap putih skala besar yang dikelola oleh swasta sampai saat ini belum ada,
maka dari itu pembenihan kakap putih skala rumah tangga (HSRT- Hatchery - Skala
Rumah Tangga) perlu dikembangkan karena mempunyai prospek yang cerah.
Pada prinsipnya HSRT udang
dapat dikembangkan menjadi HSRT kakap putih mengingat sarana dan prasarana yang
dibutuhkan untuk pembenihan kakap putih tidak jauh berbeda dengan pembenihan
udang. Dengan demikian apabila dilakukan diversifikasi usaha untuk perkembangan
dan kesinambungan budidaya komoditas yang bersangkutan juga untuk memberi
keluwesan berusaha sehingga modal yang sudah ditanam dapat terus berputar.
1.
KRITERIA
Kriteria HSRT kakap putih
yaitu :
1)
Sebagai uasaha sampingan keluarga dengan memanfaatkan rumah
menjadi lokasi usaha dan anggota keluarga sebagai tenaga pelaksana (pekerja).
2)
Peralatan yang digunakan mencerminkan kesederhanaan sehingga
memberikan kesan mudah diikuti baik dari segi investasi maupun operasional.
3)
Dalam operasionalnya dilakukan sedemikian rupa sehingga penggunaan
pompa air laut seminimal mungkin, sehingga dapat menghemat penggunaan listrik
yang pada gilirannya dapat menekan ongkos produksi.
4)
Melaksanakan kegiatan usaha yang terbatas mesalnya pemeliharaan
larva dari telur hingga D20 s/d D25 atau D1/D2 hingga D20/D25.
5)
Melaksanakan investasi relatif kecil sehingga mudah diikuti oleh
masyarakat luas.
6)
Dengan kesederhanaan sarananya, sebagian input produksinya seperti
telur kakap putih, algae (fitoplankton)
dan ritefer (zooplankton) bergantung
pada pembenihan lain.
7)
Jumlah unit bak pemeliharaan larva per kepala keluarga disarankan
lebih kecil atau sama dengan tiga buah. Karena semakin besar jumlah bak semakin
banyak konsentrasi terpecah dan harus semakin lengkap sarana yang dibutuhkan.
Ukuran bak disesuaikan dengan kemampuan dan luas lahan, disarankan ukuran bak
minimal 10 m3.
2.
MANFAAT
Usaha pembenihan kakap putih
skala rumah tangga diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1)
Membantu memecahkan kesulitan petani kurung apung yang selalu
kekurangan benih pada waktu musim tanam
2)
Menyediakan kakap putih dengan harga yang lebih rendah dengan
kualitas yang baik sehingga meningkatkan daya saing kakap putih Indonesia di
pasaran internasional.
3)
Memanfaatkan tanah pekarangan sekaligus meningkatkan pendapatan
keluarga, terutama yang bertempat tingga di daerah pantai.
4)
Menciptakan lapangan kerja.
5)
Mendukung program nasional "Meningkatkan Ekspor Non
Migas" melaui pengadaan salah satu komponen produksi dalam sistim budidaya
kakap putih.
6)
Membantu penyediaan benih untuk petani ikan di kurung apung dengan
memberikan kesempatan dan mendidik mereka untuk menghasilkan benih sendiri.
3.
PERSYARATAN LOKASI
Keberhasilan dalam
operasional pembenihan kakap putih sangat tergantung pada lokasi yang tepat,
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemilihan lokasi adalah sebagai
berikut :
1)
Sumber Air Laut
Sumber air laut
yang dipergunakan untuk pembenihan harus bersih dan jernih sepanjang tahun,
perubahan salinitas relatif kecil. Lokasi yang sesuai biasanya di teluk yang
terlindung dari gelombang/arus kuat dan terletak di lingkungan pantai yang
berkarang dan berpasir.
Lokasi juga harus
jauh dari buangan sampah pertanian dan industri. Persyaratan teknis kimia dan
fisika yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut :
·
Salinitas : 28 – 35
·
Ph : 7,8
- 8,3
·
Alkalinitas : 33 - 60 ppm
·
Bahan organik : < 10 ppm
·
Amoniak : < 2 ppm
·
Nitrit : < 1 ppm
·
Suhu : 30 - 330C
·
Kejernihan : maksimum
2)
Kemudahan
Lokasi harus terletak pada
jarak kurang dari 3 jam perjalanan dari lokasi induk matang telur, 12 jam dari
lokasi pemasok telur/larva D1 dan tidak lebih dari 12 jam perjalanan ke lokasi
pemasaran.
3)
Sumber Air Tawar
Air tawar
dibutuhkan untuk menurunkan salinitas air laut yang diperlukan sesuai dengan
kebutuhan. Selain itu air tawar juga
digunakan untuk mencuci bak dan peralatan pembenihan lainnya agar tidak mudah
berkarat.
4)
Sumber Listrik
Pembenihan tidak
dapat dioprasikan tanpa listrik. Listrik sangat penting sebagai sumber tenaga
untuk menjalankan peralatan pembenihan seperti blower, pompa air dan sistim
penunjang lainnya. Pemasangan generator mutlak diperlukan terutama untuk daerah
yang sering tejadi pemadaman aliran listrik.
5)
Topography
Lokasi pembenihan
harus terletak pada daerah bebas banjir, ombak dan
pasang laut. Lokasi tersebut juga harus terdiri dari
tanah yang padat/kompak. Walaupun
pembenihan skala rumah tangga secara keseluruhan berskala kecil, namun bak
pemeliharaan larva tetap bertonase besar sehingga tanah dasar haruslah dipilih
yang cukup stabil, misalnya menghindari bekas timbunan sampah agar kekuatan bak
terjamin.
4.
FASILITAS DAN
DISAIN HSRT KAKAP PUTIH
1)
Fasilitas
Fasilitas yang diperlukan
dalam unit pembenihan kakap putih skala kecil cukup sederhana yaitu pompa, bak
penampungan air tawar dan air laut, bak pakan alami, bak pemeliharaan larva dan
bak penetasan artemia, aerator/blower dan perlengkapannya serta peralatan
lapangan sebagai penunjangnya.
a.
Pompa
Pompa diperlukan untuk mendapatkan air laut maupun air tawar.
Apabila air laut relatif bersih dapat langsung dipompakan ke bak penyaringan
dan disimpan dalam bak penampungan air.
Jika sumber air laut relatif keruh dan banyak mengandung partikel
lumpur, maka air laut di sedimentasikan dalam bak pengendapan, selanjutnya
bagian permukaan air yang relatif jernih di pompa ke bak penyairngan,
spesifikasi pomapa hendaknya dipilih dengan baik karena ukuran pompa tergantung
pada jumlah air yang diperlukan persatuan waktu, disarankan untuk HSRT dengan
kapasitas 3 bak pemeliharaan larva masing-masing dengan kapasitas 10 m3 air,
ukuran pompa 1,5 inci.
b.
Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut
Bak penampungan air dibangun pada ketinggian sedemikian rupa
sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana
lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Bak terbuat dari semen dan
sebaiknya volume bak minimal sama dengan volume bak pemeliharaan larva. Bila
tidak ada bak penampungan khusus dapat mengunakan bak pemeliharaan larva yang
difungsikan sebagai bak penampungan air, kemudian dialirkan dengan menggunakan
pompa submarsibel.
c.
Bak Pemeliharaan Larva
Bak pemeliharaan larva dapat terbuat dari semen, fiber glass atau
konsstruksi kayu yang dilapisi plastik, masing-masing bahan mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Ukuran bak dapat dibuat sesuai dengan kemampuan dan target
produksi yang ingin dicapai, tetapi disarankan kapasitas/volumenya minimal 10
m3 karena bak dengan volume yang lebih kecil stabilitas suhunya kurang
terjamin. Tinggi bak antara 1,2 - 1,5 m, bak yang terlalu tinggi akan
meyulitkan dalam pengelolaan sehari hari. Bentuk bak bisa bulat atau segi
empat. Tergantung besarnya dana dan selera. Yang harus diperhatikan dalam hal
bentuk dan ukuran bak adalah tidak menyulitkan dalam pengelolaan sehari-hari
juga memudahkan sirkulasi air. Bak dengan bentuk bulat, saluran pembuangannya
terletak di tengah dengan dasar miring (kemiringan 5%) ke tengah (ke saluran
pembuangan). Pada saluran pembuangan dapat dipasang pipa tegak untuk mengatur
dan mengontrol ketinggian air (Gambar 1).
Gambar 1. Desain bak
pemeliharaan larva bentuk bulat
Bak segi empat sebaiknya
berbentuk memanjang untuk memudahkan pergantian air dan pada sudut-sudutnya
tidak boleh mempunyai sudut mati (sudut yang tajam). Sudut yang tajam akan
meyebabkan sirkulasi air tidak sempurna sehingga sisa metabolit dan kotoran
lain terkumpul pada sudut bak, disamping itu sudut yang tajam juga akan
menyulitkan dalam pembersihan bak. Pada bak dalam bentuk segi empat saluran
pemasukan dan pembuangan air diletakkan pada sisi yang berlawanan, pada saluran
pembuangan dapat dipasang pipa tegak (pipa goyang) untuk mengatur dan
mengontrol ketinggian air. Dasar bak dibuat miring dengan kemiringan 5% agar
memudahkan dalam pembersihan bak. Selain itu dinding dan dasar bak harus halus
agar tidak mudah ditempeli kotoran, jamur dan parasit serta tidak menyulitkan
dalam pembersihan bak.
Gambar 2. Bak pembuangan
Untuk keperluan pemanenan
benih, baik pada bak bentuk bulat maupun bentuk segi empat pada ujung saluran
pembuangannya dilengkapi dengan bak berukuran kecil untuk menempung benih yang
akan dipanen. Bak pemeliharaan larva memerlukan penutup di atasnya untuk
mencegah masuknya kotoran dan benda asing yang tidak dikehendaki serta
melindungi bak pemeliharaan dari air hujan. Tutup bak dapat terbuat dari
plastik dan sebaiknya berwarna gelap untuk melindungi air/media pemeliharaan
larva dari penyinaran matahari yang berlebihan, sehingga mencegah terjadinya
blooming plankton pada medium air pemeliharaan larva. Selain itu penutup bak
juga dapat mencegah terjadinya fluktuasi suhu yang terlalu tinggi serta dapat
menaikkan suhu pada bak pemeliharaan larva.
d.
Bak Kultur Plankton
Plankton (fito dan
zooplankton) mutlak diperlukan sebagai pakan bagi pemeliharaan larva
kakap putih yaitu
saat larva mulai mengambil/membutuhkan makanan dari
lingkungannya karena cadangan makanannya yang berupa kuning telur sudah habis.
Selain sebagai pakan alami, fitoplankton juga berfungsi sebagai pengendali
kualitas air dan pakan bagi kultur zooplankton/rotifer.
Bak untuk kultur plankton
dapat dibuat dengan konstruksi kayu yang dilapisi plastik, karena volume yang
dibutuhkan tidak terlalu besar. Ukuran bak cukup 2 x 2 x 0,6 meter
masing-masing 4 buah untuk kultur fitoplankton dan 4 buah lagi untuk kultur
zooplankton (masing-masing bak kultur plankton termasuk bak cadangan). Jumlah
dan ukuran bak kultur plankton sebesar itu cukup untuk menyediakan pakan alami
satu sikles pemeliharaan (3 bak pemeliharaan larva dengan kapasitas 10 m3).
e.
Bak Penetasan Artemia
Makanan alami lain yang dibutuhkan bagi kehidupan larva adalah Artemia
salina. Artemia yang beredar di pasaran umum adalah berupa cyste atau telur,
sehinga untuk memperoleh naupli artemia yang siap diberikan pada larva sebagai
makanan harus ditetaskan terlebih dahulu.
Untuk memperoleh naupli, cyste dapat langsung ditetaskan atau
didekapsulasi dahulu sebelum ditetaskan.
Bak penetasan artemia dapat terbuat dari fiber glass atau plastik
berbentuk kerucut yang pada bagian ujung kerucutnya dilengkapi stop kran untuk
pemanenan naupli artemia. Bentuk kerucut
merupakan alternatif terbaik karena hanya dengan satu batu aerasi di dasar
kerucut dapat mengaduk seluruh air di dalam bak penetasan secara merata,
sehinga cyste dapat menetas dengan baik karena tidak ada yang mengendap atau
melekat di dasar bak. Volume bak penetasan sebaiknya minimal 25 - 30 liter
untuk menetaskan cyste artemia sebanyak 150 – 200 gram.
f.
Aerator
Larva memerlukan oksigen terlarut dalam air untuk proses
metabolisme dalam tubuhnya, selain itu gelembung udara yan dihasilkan oleh
aerator dapat mempercepat proses penguapan berbagai gas beracun dari medium air
pemeliharaan larva. Selain pertimbangan
harga, aerator sebaiknya bentuk dan ukurannya kecil, kekuatan tekanannya cukup
besar (sampai kedalaman 1 - 1,2 m) serta kebutuhan listriknya kecil.
Perlengkapan lain dari aerator adalah batu aerasi, slang aerasi dan penatur
aerasi untuk mengatur tekanan udara.
2)
Peralatan Lapangan
Untuk menunjang pengelolaan pembenihan sehari-hari diperlukan
beberapa ember plastik, antara lain untuk menampung makanan sebelum diberikan
ke larva, ember panen untuk menampung dan menghitung benih serta ember untuk
menyaring air saat disiphon. Peralatan lain adalah gayung untuk menebarkan
pakan, blender untuk mengaduk dan menghaluskan pakan buatan bila diperlukan,
saringan pakan (plankton net) berbagai ukuran sesuai dengan lebar bukaan mulut
larva serta slang air dari berbagai ukuran sesuai kebutuhan.
3)
Desain HSRT
Tata
letak semua fasilitas HSRT harus diatur sedemikian rupa secara matang dan
menunjukan dimensi yang tepat sehinga lahan dan fasilitas yang tersedia dapat
digunakan seefisien mungkin, yang pada gilirannya dapat memudahkan pekerjaan
sehari-hari dan menekan biaya operasional. Salah satu contoh tata letak
fasilitas HSRT disarankan seperti dalam gambar 3.
Gambar 3. Desain HSRT
5.
TEKNIK
PEMELIHARAAN
1)
Pemeliharaan Larva
Sebelum larva dipindahkan
(kira-kira 1 - 2 hari sebelumnya), bak pemeliharaan larva harus dicuci dengan
air tawar dan disikat lalu dikeringkan selama 1 - 2 hari. Membersihkan bak
dapat juga dilakukan dengan cara membilaskan larutan sodium hypokhlorine 150 ppm
pada dinding bak, selanjutnya dikeringkan selama 2 - 3 jam untuk menghilangkan
chlorine yang bersifat racun.
Air media pemeliharaan larva
yang bebas dari pencemaran dengan suhu 26 - 280C dan salinitas 29 - 32 ppt
diisikan ke dalam bak dengan cara disaring dengan penyaring pasir atau kain
penyaring untuk menghindari kotoran yang terbawa air laut. Untuk mensuplai
oksigen bak dilengkapi sistim aerasi dan batu aerasi yang diletakkan secara
terpencar agar merata keseluruhan air di dalam bak.
Larva yang baru menetas
mempunyai panjang total 1,21 - 1,65 mm, melayang dipermukaan air dan
berkelompok dekat aerasi. Umur 30 hari larva ditempatkan di dalam bak yang
terlindung dari pengaruh langsung sinar matahari (semi out door tanks).
Padat penebaran awal dalam
bak pemeliharaan adalah 70 - 80 larva/liter volume air. Pada hari 8 - 15
tingkat kepadatan dikurangi menjadi 30 – 40 larva/liter, setelah hari ke 16
kepadatan larva diturunkan menjadi 20 – 30 larva/liter, karena pada umur ini
larva sudah menunjukan perbedaan ukuran dan sifat kanibalisme. Tingkat kepadatan larva pada masing-masing
tingkatan umur dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Padat Penebaran Larva Kakap Putih yang Dipelihara Sampai Umur 30
Umur Larva (Hari)
|
Jumlah Larva/Liter
|
1-7
|
70-80
|
8-15
|
30-40
|
16-23
|
20-30
|
2)
Pemberian Pakan Alami
Sejak pertama larva sudah harus diberi Chlorella dan Tetraselmis,
selain sebagai pakan larva, berfungsi pula sebagai pengendali kualitas air dan
pakan Rotifer. Padat penebaran untuk Tetraselmis adalah 8 - 10 x 1000 sel/ml
sedangkan untuk Chlorella adalah 3 - 4 x 10.000 sel/ml. Umur 2 hari, larva
sudah mulai membuka mulut, pada saat ini hingga hari ke 7 ke dalam bak
ditambahkan Rotifera (Brachionus plicatilis) dengan padat penebaran 5-7
individu/ml. Pada hari ke 8 sampai hari ke 14 pemberian Rotifera ditingkatkan
jumlahnya menjadi 8 - 15 individu/ml. Pada umur 15 hari larva mulai diberi
pakan Artemia dengan kepadatan 11 – 2 individu/ml. Setelah berumur 30 hari,
dengan panjang badan 12 - 15 mm larva sudah dapat memakan cacahan daging segar,
adapun jenis dan jumlah pakan yang diberikan pada larva kakap putih dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan jumlah
pakan yang diberikan pada larva kakap putih
|
Jumlah Pakan
|
Umur (hari)
|
Frekuensi (Kali/hari)
|
Alga bersel satu :
- Tetraselmis sp
- Chlorella sp
|
8-10-1000 sel/ml
3-4 x 10.000 sel/ml
|
1-14
1-14
|
1
1
|
Rotefera :
- Bractionus sp
- Nauplii Artemia
|
5-7 individu/ml
8-15 individu/ml
2-3 individu/ml
|
3-7
8-14
15-20
|
4
4
2-3
|
Cacahan daging ikan sesuai kebutuhan 20 >
|
3)
Pengelolaan Air
Pengelolaan air yang baik dapat memberikan pertumbuhan larva yang
cepat dengan tingkat keluluran hidup (survival rate) lebih tinggi. Dalam hal
ini yang terpenting adalah agar selalu mempertahankan lingkungan yang optimal
untuk pertumbuhan dan kehidupan larva. Disamping itu perubahan yang bersifat
mendadak atau lingkungan yang tidak mendukung akan mengakibatkan kematian
larva, untuk menekan tingkat kematian disamping perlu diperhatikan masalah
sanitasi dan pengaturan pakan yang seksama perlu diperhatikan pengelolaan air
yang baik.
Pada pemeliharaan larva kakap putih penggantian air dilakukan
mulai pada hari ke 13 sebanyak 10 - 20% hari sampai hari ke 14. Pada hari ke 15
sampai hari ke 25 penggantian air sebanyak 30 - 40%, dilakukan secara
penyiponan.
6.
PENGGOLONGAN
UKURAN (Grading)
Pemeliharaan larva kakap
putih dalam lingkungan terbatas denan persaingan pakan dan ruangan akan mengakibatkan pertumbuhan yang tidak
merata.
Penggolongan ukuran (grading) dimaksudkan untuk mencegah saling memakan sesama larva (kanibalisme),
oleh karena ikan kakap putih mempunyai sifat karnifor (ikan pemangsa). Sifat
kanibal pada larva kakap putih akan semakin kelihatan saat mulai makan artemia
(± 10 hari).
Wadah yang digunakan untuk
penggolongan ukuran terbuat dari plastik yang dilubangi dinding-dindingnya dengan ukuran tertentu pula, ukuran
lubang bervareasi antara 2,5 - 10
mm.
Penggolongan ukuran dilakukan
dengan cara memasukkan baskom plastik ke
dalam bak pemeliharaan di atas aerasi, agar ikan yang ukuran lebih kecil
dari lubang dapat lolos dan larva
yang lebih besar tidak dapat lolos, selanjutnya larva yang ukurannya lebih besar dipisahkan dan dilakukan lagi
pengolongan ukuran dengan
menggunakan baskom yang mempunyai lubang ukuran lebih besar. Cara ini akan memisahkan ikan ke dalam beberapa ukuran
tertentu dan mempermudah
pengelolaannya.
Penggolongan ukuran dilakukan
dua kali yaitu penggolongan pertama pada hari ke 10-14 dan penggolongan kedua pada hari ke 20 - 25. Ukuran
lubang bervareasi antara 2,5 - 10 mm.
7.
PANEN
Cara panen tergantung dari
bentuk dan kapasitas pemeliharaan untuk bak yang memiliki saluran keluar akan lebih mudah dilakukan dengan
menempatkan arus air keluar.
Sedangkan yang tanpa saluran keluar, panen dilakukan dengan cara mengurangi air pada bak pemeliharaan sampai kedalaman tinggal
10 – 20 cm, kemudian benih ditangkap
dengan scopnet.
Agar larva kakap putih tidak
mengalami stress pada saat panen, dilakukan
secara hati-hati dan pada penampungan sementara diberi aerasi secukupnya.
8.
ANALISA USAHA
Produksi Kakap putih D20/tahun 8 siklus fasilitas 3 bak @ 10m3
1)
Pendapatan (SR 28%) : 1.200.000 x 3 x 8 x Rp.20
|
Rp. 96.000.000,-
|
2)
Biaya Tetap
a.
Biaya Kontruksi
-
3 buah bak 10 ton @Rp. 2.500.000,-
-
8 buah bak kultur plankton 2 ton @ Rp. 1.000.000,-
-
1 buah bak tandon 10 ton
-
Penyusutan 10%
b.
Peralatan
-
3 buah vortex blower 80 watt Rp. 625.000,-
-
1 buah pompa air laut 1,5”
-
1 buah pompa DAB ¾”
-
Plankton net
-
Peralatan Kerja
-
Penyusutan 20%
-
Ijin Usaha
|
Rp. 7.500.000,-
Rp. 8.000.000,-
Rp. 3.000.000,-
Rp. 18.000.000,-
Rp. 1.850.000,-
Rp. 20.000.000,-
Rp. 1.875.000,-
Rp. 350.000,-
Rp. 80.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 500.000,-
Rp. 2.905.000,-
Rp. 581.000,-
Rp. 3.486.000,-
Rp. 500.000,-
Rp. 3.986.000,-
Rp. 24.336.000,-
|
3)
Biaya Operasional
a.
Telur 700.000 x 3 x 8 x Rp.0,5
b.
8 Paket pupuk/bahan kimia Rp. 150.000,-
c.
Pakan artemia 45 kg x 8 x Rp. 90.000,-
d.
Listrik 12 x Rp. 50.000,-
e.
Lain-lain
|
Rp. 2.520.000,-
Rp. 1.200.000,-
Rp. 32.000.000,-
Rp. 600.000,-
Rp. 200.000,-
Rp. 36.920.000,-
|
4)
Total biaya produksi
Biaya tetap + biaya operasional
Rp. 24.336.000,- + Rp. 36.920.000,-
5)
Keuntungan operasional
Biaya-biaya operasional
Rp. 90.000,- - Rp. 36.920.000,-
6)
Keuntungan bersih
Pendapatan – biaya tetap – biaya operasional
Rp. 96.000.000,- - Rp.24.336.000,- - Rp. 36.920.000,-
|
Rp. 61.256.000,-
Rp. 59.080.000,-
Rp. 34.774.000,-
|
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995. Multi - Species Hatchery. Seafdec Asian Aquaculture Vol. XVII No. 2, 1995.
Dit. Bina Sumber Hayati. Peta Sumber Perikanan Indonesia.
Mintardjo, K., H. Santoso, Suci Antoro, 1995. Teknologi Pembenihan Kakap Putih (Lates
calcarifer, Blosh), BBL - Lampung.
Mintardjo, K., 1993. Kakap Putih Komoditi Potensial Untuk Pengembangan Agribisnis Desa
Pantai, Buletin Budidaya Laut No. 7, 1993.
Mintardjo, K., H. Suci Antoro. Hidayat Adi
Sarwono, 1996. Pengembangan HSRT Multi
Species Udang - Kakap Putih
SUMBER
Pembenihan Kakap Putih (Lates calcariver,
Bloch) Skala Rumah Tangga (HSRT - Hatchery Skala Rumah Tangga), Direktorat Bina
Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar