Batangtoru,
Kawasan Hutan Batang Toru terdiri
dari Blok Barat dan Blok Timur
(Sarulla), secara geografis terletak
antara 98° 53’ - 99° 26’ Bujur Timur dan
02° 03’ - 01° 27’ Lintang Utara. Hutan
alami (primer) di Batang Toru yang tersisa
saat ini diperhitungkan seluas 136.284 ha
dan berada di Blok Barat seluas 81.344 ha
dan di Blok Timur seluas 54.940 ha. Secara
administratif berada di 3 Kabupaten yaitu
Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli
Selatan dengan luas hutan di masing-
masing kabupaten sebagai berikut:
• Kabupaten Tapanuli Utara: Kawasan
hutan Batang Toru yang termasuk kedalam
daerah Tapanuli Utara adalah
seluas 89.236 ha atau 65,5% dari luas
hutan. Air dari hutan Batang Toru diTapanuli Utara mengairi persawahan
luas di lembah Sarulla dan hulunya
dari DAS Sipansihaporas dan Aek Raisan
berada di Tapanuli Utara. Pegunungan
yang paling tinggi di Batang
Toru berada di Tapanuli Utara (DolokSaut 1.802 m dpl).
• Kabupaten Tapanuli Tengah: Hutan
Batang Toru yang termasuk daerah TapanuliTengah adalah seluas 15.492 ha
atau 11,4% dari luas hutan. Kawasan
hutan Batang Toru di Tapanuli Tengahmerupakan daerah tangkapan airbagi PLTA Sipansihaporas.Areal sekitar
Sipansihaporas merupakan hutan ditebing kapur yang sangat indah dengan
banyak air terjun. Hulu DAS Garogadan DAS Tapus berada di Tapanuli Tengah. Kawasan Bukit Anugerah yang sedang
dibangun untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata Tapanuli Tengah, berada di
tepi hutan Batang Toru.
• Kabupaten Tapanuli Selatan: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk ke dalam
daerah Tapanuli Selatan adalah seluas 31.556 ha atau 23,1% dari luas hutan. Air
dari sungai Batang Toru dan Aek Garoga menjadi penting untuk perkebunan luas
yang berada di daerah hilir.
Kondisi Hutan dari SegiTopografi
Keadaan topografi di kawasan hutan Batang Toru sangat curam. Berdasarkan peta
kontur sebagian besar kelerengan berkisar > 40%, dan lebih curam lagi di Blok
Timur Sarulla. Tanah di hutan Batang Toru termasuk yang peka terhadap erosi.
Hutan Batang Toru menjadi areal yang penting untuk mencegah banjir, erosi dan longsor
di daerah Tapanuli ini yang rentan terhadap datangnya bencana alam, termasuk
gempa.
Dengan ketinggian sekitar 400-1.803 m di atas permukaan laut, kawasan
hutanBatang Toru merupakan hutan pegunungan dataran rendah dan dataran
tinggi.Status hutan di Batang Toru saat ini sebagian besar tidak memadai
untuk mewujudkan
pengelolaan jasa lingkungan yang bisa memberikan manfaat keberlanjutan
kepada masyarakat, kabupaten-kabupaten di Tapanuli, dan Propinsi Sumatera
Utara. Status hutan Batang Toru saat ini sekitar 68,7 % Hutan Produksi (93.628 ha),
APL 12,7 % (17.341 ha) dan sebagian Hutan Lindung (Register) atau Suaka Alam
18,6 % (25.315 ha). Saat ini sedang sedang disiapkan usulan perubahan status untuk
menjadikan hutan Batang Toru sebagai hutan lindung oleh kabupaten-kabupaten yang
ada di Tapanuli.
Air merupakan bagian penting bagi
kehidupan manusia. Air dari hutan
Batang Toru sangat penting bagi
masyarakat di sekitarnya untuk perkebunan,
pertanian lahan basah dan untuk keperluan
rumah tangga di 3 Kabupaten tersebut.
Hutan Batang Toru merupakan daerah
tangkapan air untuk 10 sub-DAS. Kawasan
DAS ini masih memiliki tutupan hutan
yang utuh di bagian hulunya dan mempunyai
fungsi penting sebagai penyangga dan
pengatur tata air maupun sebagai pencegah
bencana. Sepuluh sub-DAS (garis biru tebal
di peta) berasal dari Hutan Batang Toru,
yaitu: Sipansihaporas; Aek Raisan; Batang
Toru Ulu; Sarulla Timur; Aek Situmandi;
Batang Toru Ilir (Barat dan Selatan); Aek
Garoga; Aek Tapus; Sungai Pandan. Sub-
DAS yang paling besar terdapat di blok
hutan Batang Toru Sebelah timur, yaitu
Batang Toru timur (atau disebut juga dengan
Aek Namapar/Aek Puli).
DAS Sipansihaporas
PLTA Sipansihaporas sudah beroperasi sejak
tahun 2002 dengan kapasitas 50 MW.
Luas DAS 20.792 ha; Status Hutan Lindung
(Register 13) seluas 10.106 ha, status
Hutan Produksi seluas 8.909 ha, dan status
perkebunan besar seluas 800 ha. DAS Sipansihaporas
yang sudah digunduli seluas
1.680 ha. Luas genangan dam adalah 18.4
ha. Saat ini 1.127 ha dari DAS Sipansihaporas,
yang penutupan lahan hutan primer
di kelerengan yang terjal masih berstatus sebagai
lahan HPT di Tapanuli Tengah.
DAS Aek Garoga
Sisa hutan yang di hulu Aek Garoga sangat
penting sebagai sumber dan penyangga
air untuk seluruh perkebunan, persawahan,
pertanian dan rumah tangga yang tinggal di
Kecamatan Sibabangun dan di Kecamatan
Batang Toru di Tapanuli Selatan. Sisa hutan
primer di hulu DAS Aek Garorga saat ini
sekitar 4.484 ha dengan status HPT.(SUMBER:Yayasan Ekosistem Lestari-Medan)
Selasa, 18 Maret 2014
Aek Sijorni
Aek Sijorni
Aek sijorni ini merupakan salah satu tempat wisata air di
Kabupaten tapanuli selatan yang berlokasi di Desa Aek Libung Kecamatan
Sayurmatinggi yang berjarak -+35 Km dari kota Padangsidimpuan, apabila kita
memulai perjalanan dari kota Padangsidimpuan dapar memulai dengn menaiki
angkutan umum bernomor “02” sampai di terminal PAL IV (Rp 3000) kemudian bias
melanjutkan dengan menaiki angkot Anatra (Rp 7000-R10.000) atau dengan angkot
Aek Mais (L300) dengan ongkos (Rp 5000).
Aek Sijorni ini bersal dari bahasa batak dari kata “aek” yang berarti “air” dan
kata “jorni” yang berarti air yang jernih, aek sijorni ini memang memiliki
kejernihan air yang sangat jernih dan pasir yang putih, wisata air ini juga
memiliki air terjun -+10 meter yang landai kemudian ada beberapa kolam dan
sungai yang biasa dijadikan sebagai aktivitas mandi-mandi. Di aek si jorni ini
juga suda memiliki fasilitas yang lengkap seperti parkir (Rp 5000), warung, pondok, mushola,
wc, dan sebagainya yang menujang aktivitas liburan menjadi lebih mudah lagi.
Untuk memasuki lokasi permandian air terjun ini kita juga harus melewati
jembatan gantung (rambin) untuk melewati sungai dan biasanya ada biaya masuk
sebesar Rp 5000 (saya bilang biasanya karena terkadang biaya masuk tidak ada,
terkadang diganti dengan harus membeli sesuatu sebelum masuk, terkadang juga
gratis). Tempat wisata ini sudah dikelola oleh pemeritah daerah. Semoga objek
wisata ini semakin banyak pengunjungnya dan semakin jernih keuntungannya untuk
daerah.
Ekspedisi Franz Wilhelm Junghuhn ke Batang Toru
Foto-1: Jembatan Batang Toru 1915 (commons.wikimedia.org) |
Peta-1: Lubuk Raya dan sekitar 1843-1847 (Diterbitkan 1852) |
Penjelajah tersebut adalah Franz Wilhelm Junghuhn yang pernah melakukan ekspedisi di selatan Tapanuli (1840-1845). Junghuhn adalah seorang Jerman—yang memiliki gelar dokter yang juga ahli botani, ahli geologi, ahli paleontologi, mineralogi, vulkanologi, etnolog, meteorologi dan seorang surveyor hebat--yang bekerja untuk Belanda yang dalam ekspedisinya ke Tapanuli membuat gambaran topografi dan etnologis yang rinci.
Lukisan-1: Sungai Batang Toru dan Gunung Lubuk Raya, 1840
|
Lukisan Sungai Batang Toru dan Gunung
Lubuk Raya, 1840 diterbitkan oleh Hermann von Rosenberg tahun 1878 dalam
bukunya 'Der Malayische Archipel. Land und Leute in Schilderungen, gesammelt
während eines dreissig jährigen Aufenthaltes in den Kolonien'. Leipzig, Verlag
von Gustav Weigel, 1878. Lukisan ‘Sungai Batang Toru dan Gunung Lubuk Raya’
diambil dari posisi melihat ke timur (seberang sungai Batang Toru). Ini sesuai
dengan rute perjalanan Junghuhn dari
Batavia menuju Padang, kemudian Sibolga dan selanjutnya ke Batang Toru. Terlihat
bahwa sungai Batang Toru ini sangat perkasa, suatu sungai yang ketika meluap tidaklah
mudah diseberangi. Demikian juga ketika kondisi sungai normal, arusnya tetap sangat
deras.
***
Lukisan-2: Jembatan gantung di atas Batang Toru
1840-1845
|
Salah
satu upaya yang dilakukan oleh
penduduk adalah dengan membuat jembatan suspensi yang terbuat dari rotan
di atas Sungai Batang Toru. Jembatan gantung ini hanya dapat dilalui
oleh pejalan kaki saja. Dengan
adanya jembatan gantung ini bagi penduduk akan memudahkan mereka
menyeberang
dari dan ke Kota Batang Toru. Hasil karya penduduk Batang Toru yang juga
disebut rambin ini diabadikan oleh Franz
Wilhelm Junghuhn (Lukisan-2).
Foto-2: Jembatan gantung di atas Batang Toru, 1890 (KITLV) |
Tentang jembatan gantung ini sebagai
sarana transportasi perdagangan dari Angkola ke Pelabuhan di Sibolga
diceritakan dalam buku yang ditulis oleh Franz Wilhelm Junghuhn berjudul Die
Battaländer Auf Sumatra: Im Auftrage Sr. Excellenz Des General-Governeurs Von
Niederländisch-Indien Hrn. P. Merkus in Den Jahren 1840 Und 1841.
Kemudian seorang Belanda bernama Mr. Buys di dalam laporan
perjalanannya tahun 1886 yang dimuat di dalam Jaarg Vol. 50 menyebutkan
bahwa jembatan suspensi rotan ini telah diganti dengan jembatan yang
lebih kencang yang terbuat dari kabel
kawat telegraf yang pembangunannya selesai pada tahun 1882. Pada tahun
1890 jembatan ala suspensi yang terbuat dari
kabel juga terekam dalam sebuah foto (Foto-2). Jembatan kabel ini dapat
dilalui oleh kereta kuda yang dengan sendirinya dapat meningkatkan arus
orang dan barang dari Padang Sidempuan (ibukota Residen Tapanuli) ke
Sibolga (pelabuhan laut).
Topografi
dan Jembatan Batang Toru
Jika ekspedisi Junghuhn masuk dari teluk Tapanuli di Sibolga menuju
Tapanuli Selatan, maka Belanda pertama kali masuk ke Tapanuli Selatan justru datang
dari arah Natal tahun 1833. Pada waktu
itu di Tapanuli masih suasana Perang Paderi (1825-1838). Pihak Belanda lalu
mendirikan benteng Fort Elout di Panyabungan untuk menyatakan
keberadaannya di Tanah Batak sekaligus basis untuk mengepung perlawanan Imam
Bonjol di daerah Pasaman. Setahun kemudian, Belanda memulai pemerintahan sipil
di Tapanuli yang dipimpin Asistent Resident berkedudukan di
Natal. Waktu itu wilayah Tapanuli masih bagian dari keresidenan yang berkedudukan
di Air Bangis.
Sebelum Belanda masuk ke Tapanuli Selatan kawasan
selatan Tanah Batak ini terdiri dari berbagai luhat--dimana setiap luhat mempunyai
pemerintah sendiri dan berdiri secara otonom dan belum pernah berada dibawah
pengaruh siapapun. Luhat-luhat yang dimaksud adalah Sipirok, Angkola, Marancar,
Padang Bolak, Barumun, Mandailing, Batang Natal, Natal, Sipiongot dan Pakantan.
Kemudian pada tahun 1884 Tapanuli ditingkatkan menjadi
keresidenan dan mengangkat seorang Resident di Padang
Sidempuan. Pada tahap selanjutnya ibukota Tapanuli dipindahkan dari Padang
Sidempuan ke Sibolga tahun 1906 sehubungan dengan kebijakan pemerintahan Belanda membagi
wilayah Tapanuli menjadi tiga afdeeling, yaitu: Padang
Sidempuan, Sibolga dan Tarutung. Setiap afdeeling dipecah menjadi onderafdeling.
Peta-2: Topografi Batang Toru 1896-1905 (KITLV.NL)
|
Bagaimana keadaan topografi Batang Toru
antara tahun 1896-1905 ditunjukkan dalam peta yang diterbitkan pada tahun 1908 (Peta-2).
Tampak Kota Batang Toru adalah sebuah kota dimana penduduknya memusat di
sekitar jalan raya dan dekat dengan jembatan Batang Toru.
Jembatan yang dulu terbuat dari rotan/kabel kawat telegraf kemudian dibangun jembatan besi yang lebih permanen. Dalam perkembangannya jembatan ini kemudian ditingkatkan mutunya dengan jembatan yang lebih kuat yang pengerjaannya dilakukan pada tahun 1915 (Foto-3a dan Foto-3b). Jembatan baru ini dibuat beratap (Foto-1). Jembatan beratap semacam ini di Eropa dan Amerika biasanya dibangun pada abad ke-19.
Foto-3a: Penggantian
jembatan Batang Toru 1915 (KITLV.NL)
|
Foto-3b. |
Jembatan
Perjuangan
Foto-4: Jembatan Batang Toru 1936-1939 (Foto: KITLV.NL) |
Jembatan Batang Toru kemudian diperbaiki
dengan konstruksi baja sebagaimana dapat dilihat dalam foto yang direkam antara
1936-1939 (Foto-4). Pada masa ageresi militer Belanda 1948 jembatan ini pernah dirusak
ketika masa agresi Belanda untuk menghalangi pasukan Belanda dari arah Sibolga
menuju Padang Sidempuan.
Foto-5: Jembatan Batang Toru pada masa kini (tapsel.lefora.com) |
Pada masa kini, jembatan Batang Toru
tetap menjadi penghubung yang strategis antara Batang Toru dengan Padang
Sidempuan. Jika dulu jembatan ini menjadi alat perjuangan namun pada era
demokrasi yang sekarang tidak luput jembatan ini juga dihiasi dengan spanduk-spanduk
dalam pilkada (Foto-5).
Di Bawah Jembatan Batang Toru terdapat Arung Jeram
Foto-6: Arung jeram di Sungai Batang Toru (bocahrimba.wordpress.com |
Pada masa
ini sungai Batang Toru tidak hanya memiliki riwayat tentang jembatan yang hebat
tetapi juga memiliki potensi yang besar untuk di kembangkan menjadi tempat
wisata adventure sebagai wisata arung jeram (Foto-6). Keutamaan sungai Batang Toru ini
selain arusnya yang deras juga karena masih tampak alami. Sungai ini harus
tetap terjaga dengan baik, karena sungai Batang Toru adalah sebuah sungai yang tetap
mengalir di sepanjang kawasan hutan Batang Toru dari dulu hingga nanti (Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap)
PP Sidimpuan Utara Programkan Budidaya Ikan Mas dan Lele
Pengurus Anak Cabang Pemuda Pancasila Kecamatan (PAC PP) Padangsidimpuan Utara dan PAC PP Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) menginisiasi pembibitan ikan mas dan lele. Pembibitan itu dipusatkan di Desa Napa, Kecamatan Angkola Selatan. |
Program ini
diadakan mengingat kebutuhan ikan mas untuk masyarakat di Tabagsel
mencapai 7 ton per hari. Begitu juga kebutuhan ikan lele hampir mencapai
7 ton per hari. Dan, selama ini, kebutuhan tersebut dipasok dari
Kecamatan Panti Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Sumatera Barat
(Sumbar). "Saya tidak ingin daerah ini terus menerus tergantung dengan daerah lain. Sementara, potensi perikanan di sini cukup menjanjikan jika kita mau mengelolanya. Mudah-mudahan apa yang kami lakukan ini bisa membuahkan hasil yang baik sehingga kedepan kami bisa menyediakan kebutuhan ikan untuk daerah ini," ujar Ketua PAC PP Kecamatan Padangsidimpuan Utara Khaidir Hutabarat didampingi Ketua PAC PP Angkola Selatan M Yunus Siregar di Desa Napa, kemarin. Dalam pembutanan kolam pembibitan, pembesaran dan penggemukan ikan, pihaknya sengaja mendatangkan seorang instruktur yang sudah ahli di bidang perikanan yaitu Zul Afkar Lubis alumni dari Institut Pertanian Bogor(IPB). Sedangkan, pembiayaannya sepenuhnya ditanggulangi PAC PP Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan penyediaan lahan difasilitasi Ketua PAC PP Angkola Selatan. Ketua PAC PP Angkola Selatan M Yunus Siregar mengatakan salah satu motivasinya siap bekerja sama dalam penyediaan lahan adalah untuk memberi contoh dan merangsang masyarakat Angkola Selatan agar mau membudidayakan ikan. Sebab, selain populasi kedua jenis ikan itu sudah mulai langka, dengan metode pemeliharaan ikan yang baik ternyata bisa menjadi sebuah peluang bisnis yang prospeknya sangat menjanjikan. Dikatakannya, saat ini sejumlah petani di kecamatannnya juga memiliki kolam dan memelihara ikan. Namun, karena dikelola secara tradisional produksinya jadi tidak maksimal. Bahkan, tidak jarang hasilnya sangat mengecewakan. Misalnya, bibit yang dilepas ke kolam 100 ekor ternyata setelah dipelihara selama satu tahun jumlah ikan yang didapat berkurang karena banyak yang mati dan pertumbuhannya lambat. Namun, dengan sistem pemeliharaan yang mereka lakukan saat ini diharapkan hasilnya akan melimpah dan setiap kolam bisa memproduksi dalam waktu yang relatif singkat atau hanya berkisar tiga bulan. "Kami berharap dengan percontohan ini masyarakat bisa terangsang dan mengikutinya sehingga kolam mereka yang selama ini tidak produktif menjadi produktif lagi,â? jelasnya. Sementara, Zul Afkar Lubis menjelaskan sistim perikanan yang mereka kembangkan di Desa Napa, Kecamatan Angkola Selatan, sudah berhasil dikembangkan dibeberapa kota-kota lain di Indonesia seperti di Bogor, Malang, dan sejumlah kabupaten/kota di Sumut. Menurutnya, di Kota Padangsidimpuan, pembibitan dan pembesaran ikan hasil racikannya yang sudah berhasil seperti di Kelurahan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Desa Ranjo Batu, Manunggang dan kolam terbesarnya di Desa Baruas yakni kolam milik Ketua Majelis Pimpinan Cabang Pemuda Pancasila (MPC PP) Kota Padangsidimpuan Fahdriansyah Siregar. Dijelaskannya, pada saat membuka kolam baru agar hasilnya bisa maksimal dan mengetahui jenis ikan apa yang cocok untuk dibudidayakan, ada beberapa faktor yang perlu dilihat, yakni tingkat kemasaman tanah atau pH tanah, radiasi air, pantulan cahaya matahari, kualitas bibit dan tekanan air. Untuk jenis ikan bersisik tekanan air harus deras, mendapat sinar matahari yang cukup. Sedangkan untuk ikan tak bersisik, airnya harus tenang sehingga kestabilan lendir ikan terjaga. Soalnya, jika airnya mengalir, lendir ikan bisa terkikis dan ini menyebabkan ikan mudah terserang jamur (penyakit). Selain itu kata dia, posisi air juga harus diatur dengan baik. Hal itu sangat memengaruhi perkembangan ikan. Dia juga mengatakan, agar rasa daging ikan tetap enak, pakan yang digunakan sebaiknya pakan kompos yang alami terdiri dari jerami, batang pisang, dedak dan sedikit kotoran lembu. Cara pembuatan pakan itu sangat mudah dengan membusukkan keempat bahan pakan itu. "Pola atau sistem perikanan seperti ini sangat hemat, efektif, praktis dan menguntungkan. Jika dibandingkan dengan pola perikanan lain, kita bisa menghemat biaya hingga berkisar 75 persen. Dan hasilnya, jauh lebih banyak dan kualitas ikannya lebih baik," katanya. (ikhwan nasution) |
all rights reserved.
PP Sidimpuan Utara Programkan Budidaya Ikan Mas dan Lele
Pengurus Anak Cabang Pemuda Pancasila Kecamatan (PAC PP) Padangsidimpuan Utara dan PAC PP Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) menginisiasi pembibitan ikan mas dan lele. Pembibitan itu dipusatkan di Desa Napa, Kecamatan Angkola Selatan. | ||
Program ini
diadakan mengingat kebutuhan ikan mas untuk masyarakat di Tabagsel
mencapai 7 ton per hari. Begitu juga kebutuhan ikan lele hampir mencapai
7 ton per hari. Dan, selama ini, kebutuhan tersebut dipasok dari
Kecamatan Panti Kabupaten Mandailing Natal (Madina) dan Sumatera Barat
(Sumbar). "Saya tidak ingin daerah ini terus menerus tergantung dengan daerah lain. Sementara, potensi perikanan di sini cukup menjanjikan jika kita mau mengelolanya. Mudah-mudahan apa yang kami lakukan ini bisa membuahkan hasil yang baik sehingga kedepan kami bisa menyediakan kebutuhan ikan untuk daerah ini," ujar Ketua PAC PP Kecamatan Padangsidimpuan Utara Khaidir Hutabarat didampingi Ketua PAC PP Angkola Selatan M Yunus Siregar di Desa Napa, kemarin. Dalam pembutanan kolam pembibitan, pembesaran dan penggemukan ikan, pihaknya sengaja mendatangkan seorang instruktur yang sudah ahli di bidang perikanan yaitu Zul Afkar Lubis alumni dari Institut Pertanian Bogor(IPB). Sedangkan, pembiayaannya sepenuhnya ditanggulangi PAC PP Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan penyediaan lahan difasilitasi Ketua PAC PP Angkola Selatan. Ketua PAC PP Angkola Selatan M Yunus Siregar mengatakan salah satu motivasinya siap bekerja sama dalam penyediaan lahan adalah untuk memberi contoh dan merangsang masyarakat Angkola Selatan agar mau membudidayakan ikan. Sebab, selain populasi kedua jenis ikan itu sudah mulai langka, dengan metode pemeliharaan ikan yang baik ternyata bisa menjadi sebuah peluang bisnis yang prospeknya sangat menjanjikan. Dikatakannya, saat ini sejumlah petani di kecamatannnya juga memiliki kolam dan memelihara ikan. Namun, karena dikelola secara tradisional produksinya jadi tidak maksimal. Bahkan, tidak jarang hasilnya sangat mengecewakan. Misalnya, bibit yang dilepas ke kolam 100 ekor ternyata setelah dipelihara selama satu tahun jumlah ikan yang didapat berkurang karena banyak yang mati dan pertumbuhannya lambat. Namun, dengan sistem pemeliharaan yang mereka lakukan saat ini diharapkan hasilnya akan melimpah dan setiap kolam bisa memproduksi dalam waktu yang relatif singkat atau hanya berkisar tiga bulan. "Kami berharap dengan percontohan ini masyarakat bisa terangsang dan mengikutinya sehingga kolam mereka yang selama ini tidak produktif menjadi produktif lagi,â? jelasnya. Sementara, Zul Afkar Lubis menjelaskan sistim perikanan yang mereka kembangkan di Desa Napa, Kecamatan Angkola Selatan, sudah berhasil dikembangkan dibeberapa kota-kota lain di Indonesia seperti di Bogor, Malang, dan sejumlah kabupaten/kota di Sumut. Menurutnya, di Kota Padangsidimpuan, pembibitan dan pembesaran ikan hasil racikannya yang sudah berhasil seperti di Kelurahan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Desa Ranjo Batu, Manunggang dan kolam terbesarnya di Desa Baruas yakni kolam milik Ketua Majelis Pimpinan Cabang Pemuda Pancasila (MPC PP) Kota Padangsidimpuan Fahdriansyah Siregar. Dijelaskannya, pada saat membuka kolam baru agar hasilnya bisa maksimal dan mengetahui jenis ikan apa yang cocok untuk dibudidayakan, ada beberapa faktor yang perlu dilihat, yakni tingkat kemasaman tanah atau pH tanah, radiasi air, pantulan cahaya matahari, kualitas bibit dan tekanan air. Untuk jenis ikan bersisik tekanan air harus deras, mendapat sinar matahari yang cukup. Sedangkan untuk ikan tak bersisik, airnya harus tenang sehingga kestabilan lendir ikan terjaga. Soalnya, jika airnya mengalir, lendir ikan bisa terkikis dan ini menyebabkan ikan mudah terserang jamur (penyakit). Selain itu kata dia, posisi air juga harus diatur dengan baik. Hal itu sangat memengaruhi perkembangan ikan. Dia juga mengatakan, agar rasa daging ikan tetap enak, pakan yang digunakan sebaiknya pakan kompos yang alami terdiri dari jerami, batang pisang, dedak dan sedikit kotoran lembu. Cara pembuatan pakan itu sangat mudah dengan membusukkan keempat bahan pakan itu. "Pola atau sistem perikanan seperti ini sangat hemat, efektif, praktis dan menguntungkan. Jika dibandingkan dengan pola perikanan lain, kita bisa menghemat biaya hingga berkisar 75 persen. Dan hasilnya, jauh lebih banyak dan kualitas ikannya lebih baik," katanya. (ikhwan nasution) | copyright ©2014 Harian Medan Bisnis all rights reserved. |
IKAN KERAMAT & PESONA DANAU SIAIS
POPULASI ikan
berusia ratusan tahun, dinilai keramat. Siapa pun yang menagkapnya,
biasanya tewas.
Desa Raniate, Kecamatan Angkola Sangkunur, sekitar 60 km dari
Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Berposisi di pinggiran
muara Sungai Batangtoru. Desa yang bernama asli Ria
ni Ate-ate (kesenangan hati) ini, sebenarnya tidak punya keistimewaan
dibanding desa-desa lain di Kecamatan Angkola Sangkunur.
Tetapi, populasi “Ikan Merah”–sejenis ikan jurung (tor tambroides, sp)
yang hidup di sungai kecil di desa itu, telah mengangkat nama Raniate ke
berbagai penjuru. Terlebih saat ini, setelah dibangunnya jalan darat
via Lintas Barat Sumatera, yang melintasi desa itu. Raniate pun, kian
terbuka dari isolasinya.
Selain ikan keramat pesona Danau Siais sekitar 12 km dari Raniate, tak
kalah mengagumkan. Nikmati pesona senja danau ini. Saat mentari turun
perlahan menuju peraduan, menjadi perpaduan keindahan alam yang tak
terlukiskan. Indah sekali. Safak merah di ufuk barat menempias di air
danau yang pucat, sesosok sampan melintas gemulai dikejauhan. Tumbuh
insfirasi, bangkit potensi sesiapa saja sebagai penyaksi.
Malah, banyak pengunjung menyebut, kemolekan Danau Siais tak kalah
dengan Danau Toba. “Saya
lihat memang begitu. Danau ini sangat indah, kok. Hampir sama juga
dengan Danau Toba,” kata Witari (16) pengunjung dari Pekanbaru.
Untuk sampai ke Desa Raniate, memang menempuh topografi jalan yang
terjal dan curam. Rute perjalanan dari Batangtoru menuju Raniate: Masuk
dari Simpang jembatan Trikora, selanjutnya ke Hapesong Baru terus ke
Hapesong Lama, terus lagi ke Sangkunur-terus ke arah Sitanggiling.
Selanjutnya ke Simataniari dan ke Aeksombaon kemudian ke Raniate.
Namun, kondisi topografi jalan perlu juga diwaspadai. Ruas jalan dari
Simataniari ke Aeksombaon, berupa pendakian yang cukup panjang. Nyaris
seribu meter. Ruas jalan yang terjal ini dikenal dengan nama “Pendakian
Baung”. Pendakian inilah yang selalu jadi pertimbangan sopir mobil yang
ingin ke Raniate dan Danau Siais.
Di Raniate, tidak sulit menemukan sungai kecil, habitat populasi ikan
keramat ini. Sebab sungai ini, membelah desa Raniate dan dihubungkan
sebuah jembatan beton di ujung desa. Sungai yang mengalir di bawah
jembatan itulah habitat ikan keramat itu. Namun, untuk melihat lebih
jelas, sebaiknya ke ruas sungai dekat masjid di desa itu saja. Anda bisa
memarkir kendaraan di jalan lorong-lorong rumah warga. Kemudian
berjalan kaki sekitar 15 meter ke depan masjid yang menghadap ke sungai.
Nah, di depan masjid itulah ribuan ikan keramat itu berada.
Tetapi, ada catatan kecil buat Anda yang akan mengunjungi ikan keramat
ini. Begitu Anda turun dari mobil atau dari sepeda motor,
biasanya Anda akan “ditodong” sekelompok bocah yang menawarkan kacang
tanah di plastik kecil yang telah mereka kemas. Para bocah ini biasanya
akan “memaksa” pengunjung membeli Rp 5 ribu per bungkus.
Silahkan saja Anda masuk ke sungai yang kedalamannya sekitar 50 cm.
Taburkan segenggam kacang tanah, dan bercandalah dengan ribuan ikan
keramat itu. Silahkan sentuh dan manjakan. “Tetapi, jangan sampai ikan
terluka. Apalagi sempat mati. Jika ikan mati orang yang menyentuhnya
akan mati juga,” tutur warga di sana.
Ada banyak cerita tentang orang yang tewas akibat menangkap dan membunuh
lalu menkonsumsi ikan keramat ini. Tetapi, kebenarannya secara fakta
belum berhasil ditelusuri. Bisa jadi kabar itu sengaja dikembangkan
sebagai strategi untuk menjaga kelestarian ikan keramat ini. “Kalau
tidak begitu tak mungkin populasi ikan ini bisa bertahan ratusan tahun,”
kata Ros (52) warga di sana.
Kenyataan ini memang menjadi unik. Padahal, selama ini, jika penghujan,
banjir kerap kali melanda sungai itu. “Toh ikan keramat ini, tetap
bertahan,” kata Fajri (50) warga di sana. Belum lama ini, menurut warga
desa, Pekan Jambore Pramuka Tapanuli Selatan dipusatkan di pinggiran
Danau Siais. Saat itu ada dua siswa anggota pramuka yang “latah”
menangkap dua ekor ikan keramat. Kemudian mereka bakar dan mereka makan.
“Dua jam kemudian kedua siswa itu tewas mengenaskan,” kata Endri
Mukhsin Panggabean (39) guru Madrasyah Tsanawiyah Negeri, Batangtoru.
Menurut Endri Mukhsin, seorang ulama di Desa Raniate dulunya yang
pertama membibitkan ikan kermat itu. Sang Ulama itu, yang juga dikenal
seorang “sakti”memberi ultimatum: “Barang siapa yang mengambil ikan akan
kena kualat,” begitu kira-kira. “Sayangnya sebelum dia menarik
ultimatumnya, dia keburu meninggal,” kata Endri.
Ada dua cara untuk menikmati ikan itu, tetapi terbebas dampak. Cara
pertama, ikan harus lolos dari batas habitatanya. Yakni, sekitar 300
meter ke hilir. Jika ikan sudah sampai dis ana, sudah boleh diambil.
Yang kedua, “Yah, harus seizin semua warga desa,” katanya. Tentu itu
sulit.
Terlepas dari itu, pesona ribuan ikan keramat ini layak dikunjungi. Jika
sudah merasa bosan teruskan saja perjalanan arah barat sekitar 12 km
lagi untuk menikmati pesona alam di Danau Siais. Sehampar danau menawan
dengan tawaran pesona mengagumkan. wep
DANAU SIAIS
Sebagian Besar Danau ini dalam wilayah kecamatan Angkola Sangkunur, tetangga kecamatan Angkola Selatan. Untuk menempuhnya, tentunya memerlukan pengorbanan yang sangat besar. Tapi anda tidak perlu khawatir, karena semua itu akan lekas sembuh setelah Oksigennya sampai di alveolus paru-paru anda.
Setelah puas dengan danau Siais, lokasi selanjutnya yang biasa diminati pengunjung adalah ikan merah (ikan jurung) di kawasa desa Rianiate. Konon katanya ikan-ikan itu adalah peliharaan seorang Syekh pada zaman dahulu. Cukup dengan melemparinya makanan ringan, puluhan ikan jurung akan menghampiri anda. Ups,,,,boleh dipegang tapi jangan di bawa,, konon katanya, yang bawa ikan untuk dijual atau dimakan akan kena bala. Percaya ?. Whatever, yang penting jangan dibawa,okey,,,,,,,,
So, Enjoy Danau Siais. <<<<
Air Terjun Silima – Lima, “Harta karun” tersembunyi Tapanuli Selatan
5 Maret 2012
1 Vote
Bukan bermaksud melebih – lebihkan saya membuat judul tulisan ini “Air Terjun Silima – Lima, Harta karun tersembunyi Tapanuli Selatan”. Itu adalah kenyataan yang ada. Kenyataan bahwa tidak banyak orang yang tau keberadaan air terjun ini. Dan ini adalah “harta karun” bagi pariwisata Tapanuli Selatn. Bagi saya pribadi, ketika mendengar tentang air terjin Silima – Lima dari teman saya, saya langsung tertarik dan ingin mencaritahu keberadaan dan kebenaran air terjun ini.
Air terjun Silima – Lima terletak di Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan. Menbutuhkan 1 jam perjalanan dengan kendaraan bermotor dari Kota Padangsidimpuan untuk mencapai desa ini. Kecamatan Marancar secara geografis berada di lembah sempit yang diapit oleh dua buah gunung, yakni Gunung Sibuali-buali dan Gunung Lubuk Raya. Berada di atas ketinggian sekitar 800 meter dari permukaan laut.
Siang hari 25 Februari 2012 pukul 3 siang saya dan teman – teman dari KPA FORESTER mencoba menuju lokasi ini. Denga menggunakan sepeda motor kami menuju Marancar. Dan tibalah disana sekitar pukul 4.30 sore, agak telat karena beberapa kali harus berhenti di rumah kawan yang mau ikut kegiatan ini. sesampainya disana, sepeda motor kami titipkan di rumah warga sekitar. Mengingat hari yang sudah mulai sore, diputuskan untuk bermalam di desa tersebut.
Esok paginya sekitar pukul 9, setelah besiap. Perjalanan dilakukan menuju Air terjun Silima – lima. Diawali dengan berjalan memasuki daerah persawahan kemudian kebun salak disusul kemudian dengan perkebunan karet milik warga. Track disini masih datar sehingga tidak begitu menguras tenaga. Sekitar 30 menit kami berjalan sampai di ujung perkebunan karet tersebut. Kami putuskan untuk beristirahat. Dari sini kilauan air terjun sudah terlihat disertai suara deru air terjun.
Setelah melewati perkebunan karet track mulai menurun. Ditapaki dengan perlahan berpegangan pada batang pohon untuk menjalani turunan licin ini. Harus berhati – hati berjalan disin, karena di sisi kanan jalan setapak dalah bibir jurang berkedalaman puluhan meter siap memangsa setiap orang yang ceroboh.
Menapaki jalan tutunan hingga sampailah di dataran yang ujungnya adalah jurang. Disini jalan setapak habis. jalan satun – satunya adalah menurunu jurang terebut menuju aliran sungai. Dicarilah jurang yang memiliki medan landai agar bisa di lewati. Tentu saja jalan tidak ada disini, sehingga harus membuka jalan dengan menebas pepohonan kecil menggunakan parang. Begitulah terus hingga sampailah saya di tepian sungai yang mebuat saya terkejut karena seekor ular entah jenis apa sedang berjemur dibatuan tepi sungai.
Saya menunggu teman – teman lain yang sedang berusaha membesakan diri dari semaknya dan licinya jalan di atas sebuah batu. Sembari menunggu saya mengambil kamera dan memotret beberapa objek yang saya anggap menarik. Berikut adalah salah satu di antara objek yang saya abadikan berupa aliran sungai berbatu yang di tutupi pepohonan.
Aliran sungai berbatu yang di tutupi oleh rimbunnya pepohonan, terkesan damai khas alam
Setelah semua teman -teman datang,
beristirahat sejanak kemudian melanjutkan perjalanan. Perjalanan kali
ini adalah berupa menelusuri aliran sungai menuju hulu. Bebatuan licin,
besar dan derasnya air sungai adalah medan perjalanan yang harus kami
tempuh untuk menuju Air terjun.
30 menit berlalu dan sampailah kami di Air
terjun Siima – Lima, perjuangan yang melelahkan terbayar sudah ketika
sampai di depan air terjun ini. Sungguh pemandangan alam yang begitu
eksotis yang jarang di temui. Dengan ketinggian kurang lebih 80 Meter,
air terjun bebas dengan riak putih karena menghantam dinding tebing batu
dalam jatuhannya ke dasar. Seumur hidup saya, baru kali ini saya
melihat air terjun yang sangat tinggi di Wilayah Tapanuli Selatan.
Beruntunglah saya dan sobat petualang dari KPA FORESTER dapat melihat
langsung keindahan alam ciptaan Tuhan ini.
Cantik dan indahnya air terjun Silima – lima
Seandainya pemerintah daerah Kabupaten
Tapanuli Selatan sadar akan kekayaan alam ini, tentunya dapat di
kembangkan menjadi daerah tujuan wisata. Wisata adventure saytt untuk
objek ini. Tentunya akan menambah pemasukan daerah yang menguntumgkan.
Memang di butuhkan dana yang tidak sedikit untuk membuka akses jalan
menuju objek ini. Tapi tentu saja modal awal yang di tanamkan akan
terganti perlahan dengan pemasukan yang di dapat melalui retribusi
pengunjung. Saya pribadi sangat mendukung dan siap memberikan informasi
yang saya tahu. Yah, semoga saja melaui tulisan ini bila ada pejabat
setempat yang menyempatkan diri untuk mengunjungi blog sederhana ini
dapat tergugah hatinya. Bila ada yang hendak menontak saya, kontak
pribadi saya ada di menu blog.
Langganan:
Postingan (Atom)