Foto-1: Jembatan Batang Toru 1915 (commons.wikimedia.org) |
Peta-1: Lubuk Raya dan sekitar 1843-1847 (Diterbitkan 1852) |
Penjelajah tersebut adalah Franz Wilhelm Junghuhn yang pernah melakukan ekspedisi di selatan Tapanuli (1840-1845). Junghuhn adalah seorang Jerman—yang memiliki gelar dokter yang juga ahli botani, ahli geologi, ahli paleontologi, mineralogi, vulkanologi, etnolog, meteorologi dan seorang surveyor hebat--yang bekerja untuk Belanda yang dalam ekspedisinya ke Tapanuli membuat gambaran topografi dan etnologis yang rinci.
Lukisan-1: Sungai Batang Toru dan Gunung Lubuk Raya, 1840
|
Lukisan Sungai Batang Toru dan Gunung
Lubuk Raya, 1840 diterbitkan oleh Hermann von Rosenberg tahun 1878 dalam
bukunya 'Der Malayische Archipel. Land und Leute in Schilderungen, gesammelt
während eines dreissig jährigen Aufenthaltes in den Kolonien'. Leipzig, Verlag
von Gustav Weigel, 1878. Lukisan ‘Sungai Batang Toru dan Gunung Lubuk Raya’
diambil dari posisi melihat ke timur (seberang sungai Batang Toru). Ini sesuai
dengan rute perjalanan Junghuhn dari
Batavia menuju Padang, kemudian Sibolga dan selanjutnya ke Batang Toru. Terlihat
bahwa sungai Batang Toru ini sangat perkasa, suatu sungai yang ketika meluap tidaklah
mudah diseberangi. Demikian juga ketika kondisi sungai normal, arusnya tetap sangat
deras.
***
Lukisan-2: Jembatan gantung di atas Batang Toru
1840-1845
|
Salah
satu upaya yang dilakukan oleh
penduduk adalah dengan membuat jembatan suspensi yang terbuat dari rotan
di atas Sungai Batang Toru. Jembatan gantung ini hanya dapat dilalui
oleh pejalan kaki saja. Dengan
adanya jembatan gantung ini bagi penduduk akan memudahkan mereka
menyeberang
dari dan ke Kota Batang Toru. Hasil karya penduduk Batang Toru yang juga
disebut rambin ini diabadikan oleh Franz
Wilhelm Junghuhn (Lukisan-2).
Foto-2: Jembatan gantung di atas Batang Toru, 1890 (KITLV) |
Tentang jembatan gantung ini sebagai
sarana transportasi perdagangan dari Angkola ke Pelabuhan di Sibolga
diceritakan dalam buku yang ditulis oleh Franz Wilhelm Junghuhn berjudul Die
Battaländer Auf Sumatra: Im Auftrage Sr. Excellenz Des General-Governeurs Von
Niederländisch-Indien Hrn. P. Merkus in Den Jahren 1840 Und 1841.
Kemudian seorang Belanda bernama Mr. Buys di dalam laporan
perjalanannya tahun 1886 yang dimuat di dalam Jaarg Vol. 50 menyebutkan
bahwa jembatan suspensi rotan ini telah diganti dengan jembatan yang
lebih kencang yang terbuat dari kabel
kawat telegraf yang pembangunannya selesai pada tahun 1882. Pada tahun
1890 jembatan ala suspensi yang terbuat dari
kabel juga terekam dalam sebuah foto (Foto-2). Jembatan kabel ini dapat
dilalui oleh kereta kuda yang dengan sendirinya dapat meningkatkan arus
orang dan barang dari Padang Sidempuan (ibukota Residen Tapanuli) ke
Sibolga (pelabuhan laut).
Topografi
dan Jembatan Batang Toru
Jika ekspedisi Junghuhn masuk dari teluk Tapanuli di Sibolga menuju
Tapanuli Selatan, maka Belanda pertama kali masuk ke Tapanuli Selatan justru datang
dari arah Natal tahun 1833. Pada waktu
itu di Tapanuli masih suasana Perang Paderi (1825-1838). Pihak Belanda lalu
mendirikan benteng Fort Elout di Panyabungan untuk menyatakan
keberadaannya di Tanah Batak sekaligus basis untuk mengepung perlawanan Imam
Bonjol di daerah Pasaman. Setahun kemudian, Belanda memulai pemerintahan sipil
di Tapanuli yang dipimpin Asistent Resident berkedudukan di
Natal. Waktu itu wilayah Tapanuli masih bagian dari keresidenan yang berkedudukan
di Air Bangis.
Sebelum Belanda masuk ke Tapanuli Selatan kawasan
selatan Tanah Batak ini terdiri dari berbagai luhat--dimana setiap luhat mempunyai
pemerintah sendiri dan berdiri secara otonom dan belum pernah berada dibawah
pengaruh siapapun. Luhat-luhat yang dimaksud adalah Sipirok, Angkola, Marancar,
Padang Bolak, Barumun, Mandailing, Batang Natal, Natal, Sipiongot dan Pakantan.
Kemudian pada tahun 1884 Tapanuli ditingkatkan menjadi
keresidenan dan mengangkat seorang Resident di Padang
Sidempuan. Pada tahap selanjutnya ibukota Tapanuli dipindahkan dari Padang
Sidempuan ke Sibolga tahun 1906 sehubungan dengan kebijakan pemerintahan Belanda membagi
wilayah Tapanuli menjadi tiga afdeeling, yaitu: Padang
Sidempuan, Sibolga dan Tarutung. Setiap afdeeling dipecah menjadi onderafdeling.
Peta-2: Topografi Batang Toru 1896-1905 (KITLV.NL)
|
Bagaimana keadaan topografi Batang Toru
antara tahun 1896-1905 ditunjukkan dalam peta yang diterbitkan pada tahun 1908 (Peta-2).
Tampak Kota Batang Toru adalah sebuah kota dimana penduduknya memusat di
sekitar jalan raya dan dekat dengan jembatan Batang Toru.
Jembatan yang dulu terbuat dari rotan/kabel kawat telegraf kemudian dibangun jembatan besi yang lebih permanen. Dalam perkembangannya jembatan ini kemudian ditingkatkan mutunya dengan jembatan yang lebih kuat yang pengerjaannya dilakukan pada tahun 1915 (Foto-3a dan Foto-3b). Jembatan baru ini dibuat beratap (Foto-1). Jembatan beratap semacam ini di Eropa dan Amerika biasanya dibangun pada abad ke-19.
Foto-3a: Penggantian
jembatan Batang Toru 1915 (KITLV.NL)
|
Foto-3b. |
Jembatan
Perjuangan
Foto-4: Jembatan Batang Toru 1936-1939 (Foto: KITLV.NL) |
Jembatan Batang Toru kemudian diperbaiki
dengan konstruksi baja sebagaimana dapat dilihat dalam foto yang direkam antara
1936-1939 (Foto-4). Pada masa ageresi militer Belanda 1948 jembatan ini pernah dirusak
ketika masa agresi Belanda untuk menghalangi pasukan Belanda dari arah Sibolga
menuju Padang Sidempuan.
Foto-5: Jembatan Batang Toru pada masa kini (tapsel.lefora.com) |
Pada masa kini, jembatan Batang Toru
tetap menjadi penghubung yang strategis antara Batang Toru dengan Padang
Sidempuan. Jika dulu jembatan ini menjadi alat perjuangan namun pada era
demokrasi yang sekarang tidak luput jembatan ini juga dihiasi dengan spanduk-spanduk
dalam pilkada (Foto-5).
Di Bawah Jembatan Batang Toru terdapat Arung Jeram
Foto-6: Arung jeram di Sungai Batang Toru (bocahrimba.wordpress.com |
Pada masa
ini sungai Batang Toru tidak hanya memiliki riwayat tentang jembatan yang hebat
tetapi juga memiliki potensi yang besar untuk di kembangkan menjadi tempat
wisata adventure sebagai wisata arung jeram (Foto-6). Keutamaan sungai Batang Toru ini
selain arusnya yang deras juga karena masih tampak alami. Sungai ini harus
tetap terjaga dengan baik, karena sungai Batang Toru adalah sebuah sungai yang tetap
mengalir di sepanjang kawasan hutan Batang Toru dari dulu hingga nanti (Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar